Rabu, 12 Januari 2011

Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam dan Biniku karya Chairil Anwar

KUPU MALAM SEBAGAI SIMBOL WANITA JALANG
PADA SAJAK KUPU MALAM DAN BINIKU KARYA CHAIRIL ANWAR1

Oleh:
Arni Yanti2

Abstrak

Tulisan ini mengkaji sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar secara semiotik. Tujuan kajian semiotik sajak ini adalah untuk mendapatkan makna sajak sepenuhnya. Sajak merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna dan bersistem sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan penggalian makna dari setiap kata-kata dalam sajak tersebut. Metode semiotic dalam analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis bahasa yang dimulai dengan menganalisis aspek sintaksis, menganalisis aspek semantik, kemudian menganalisis aspek pragmatik yang terdapat dalam sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar.

Kata Kunci: analisis, bahasa, semiotik, sintaksis, semantik, pragmatik.

1. Pendahuluan

Puisi sebagai karya seni puitis, mengandung nilai keindahan yang khusus. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi: persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi; dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Dalam mencapai kepuitisan itu penyair memepergunakan banyak cara sekaligus, secara bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis yang sebanyak-banyaknya (Altenbernd, 1970:4-5), yang lebih besar daripada pengaruh beberapa komponen secara terpisah penggunaannya. Antara unsur pernyataan (ekspresi), sarana kepuitisan, yang satu dengan lainnya saling membantu, saling memperkuat dengan kesejajarannya ataupun pertentangannya, semuanya itu untuk mendapatkan kepuitisan seefektif mungkin, seintensif mungkin.

Alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan adalah bahasa. Penyair tampaknya mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-

1 Makalah ini disusun sebagai pengganti Ujian Akhir Semester 3 dalam mata kuliah Kajian Puisi Indonesia yang diampu oleh Drs. H. Ma’mur Saadie, M.Pd. dan Rudi Adi Nugroho, M. Pd.
2 Penulis adalah mahasiswa Prodi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Angkatan 2009 dengan NIM. 0908790
hari. Hal ini disebabkan bahasa sehari-hari belum cukup dapat melukiskan apa yang dialami jiwanya (Slametmuljana, 1956:5). Dalam puisi belum cukup bila hanya dikemukakan maksudnya saja, yang dikehendaki penyair ialah supaya siapa yang membaca dapat turut merasakan dan mengalami seperti apa yang dirasakan dan dialami penyair.

Penggunaan bahasa seseorang (parole) merupakan penerapan sistem bahasa (langue) yang ada (Culler, 1977:8), dan penggunaan bahasa penyair sekaligus penerapan konvensi puisi yang ada (Culler, 1977:116). Namun penerapan ini tidak selalu sesuai dengan sistem bahasa maupun konvensi puisi yang ada sebab hal ini dipengaruhi situasi penggunaan. Setiap penulis melaksanakan ‘tandatangan’nya sendiri yang khusus dalam cara penggunaan bahasanya, yang membedakannya dari karya penulis lain (Lodge, 1967:50). Maka hal ini sering menyebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari sistem norma bahsa yang umum. Dalam puisi penyimpangan dari sistem tata bahsa normatif sering terjadi. Maksudnya untuk mendapatkan efek puitis, untuk mendapatkan ekspresivitas.

Sastra merupakan karya (imajinatif) yang bermedium bahasa, maka tanda-tanda yang utama dalam karya sastra itu adalah tanda-tanda kebahasaan meskipun ada konvensi ketandaan sastra yang lain yang merupakan konvensi tambahan. Konvensi tambahan itu diantaranya: perulangan, persajakan, tipografi, pembagian baris sajak, pembaitan, persejajaran, makna kiasan karena konteks dalam struktur, yang semuanya itu menimbulkan makna dalam karya sastra.

Adapun latar belakang penulis memilih sajak “Kupu Malam dan Biniku” karena penulis merasa tertarik pada makana yang terkandung dalam sajak ini, terutama dari judulnya. Kupu malam yang identik dengan wanita tuna susila yang disandingkan dengan kata bini atau istri. Dari judulnya menggambarkan hubungan antara seorang istri dengan penjualan diri seorang wanita atau dengan perselingkuhan seorang istri terhadap suami, layaknya sikap wanita tuna susila yang dapat berhubungan dengan beberapa lelaki yang berbeda.

Sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar mengangkat tema tentang kehidupan percintaan tokoh aku yang dikhianati oleh istrinya. Kesedihan dan ketidakpercayaan tokoh aku akan penipuan istrinya, istri yang sudah tujuh tahun bersamanya. Berikut isi sajaknya:









Kupu Malam dan Biniku

Sambil berselisih lalu
mengebu debu.

Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakang
Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang

Barah ternganga

Melayang ingatan ke biniku
Lautan yang belum terduga
Biar lebih kami tujuh tahun bersatu

Barangkali tak setahuku
Ia menipuku.
Maret 1943

Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada tataran penelitian semiotik yang mencoba melakukan penelitian terhadap karya sastra (sajak) untuk mendalami makna secara penuh. Berkaitan dengan hal ini, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik.

2. Kajian Pustaka

2. 1 Semiotik Karya Sastra

Semiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudaya¬an itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memun¬gkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada (di¬ukan) konvensi- konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri (sifat-sifat) wacana yang mempunyai makna (Pradopo, 2005:119).

Menurut pandangan semiotik, setiap tanda terdiri dari dua aspek, yaitu penanda (hal yang menandai sesuatu) dan petanda (referent yang diacu atau dituju oleh tanda tertentu).

Tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Contoh indeks adalah tanda panah petunjuk arah bahwa di sekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan.

Selanjutnya dikatakan Pradopo (2005) bahwa dalam penelitian sastra dengan pende¬katan semiotik, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari (diburu), yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian luasnya).

Semiotik merupakan lanjutan dari penelitian strukturalisme. Hubungan antara semiotik dan strukturalisme adalah sebagai berikut.
”Keterangan ini akan menjelaskan bagaimana sebenarnya hubungan antara semiotik dan strukturalisme.
(a) Semiotik digunakan untuk memberikan makna kepada tanda-tanda sesudah suatu penelitian struktural.
(b) Semiotik hanya dapat dilaksanakan melalui penelitian strukturalisme yang memungkinkan kita menemui tanda-tanda yang dapat memberi makna (Junus, 1988: 98).

Lebih lanjut Junus (1988: 98) menjelaskan bahwa pada (a) semiotik merupakan lanjutan dari strukturalisme. Pada (b) semiotik memerlukan untuk memungkinkan ia bekerja. Pada (a), semiotik seakan apendix ’ekor’, kepada strukturalisme. Tapi tidak demikian halnya pada (b). Untuk menemukan tanda, sesuai dengan pengertian sebagai ilmu mengenai tanda. Semiotik tidak dapat memisahkan diri dari strukturalisme, ia memerlukan strukturalisme . dan sekaligus, semiotik juga menolong memahami suatu teks secara strukturalisme.”

2.2 Tujuan Kajian Semiotik

Inti tujuan semiotik adalah memahami makna yang terdapat dalam suatu karya sastra. Menganalisis sajak adalah usaha untuk menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Makna sajak adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata-mata hanya arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensi sastra yang bersangkutan.

3. Metode Penelitian

Langkah mengkaji sajak berdasarkan semiotik dalam penelitian ini dimulai dengan menganalisis struktur suatu karya sastra. Kemudian menjadikan unsur-unsur itu sebagai simbol, simbol-simbol tersebut dideskripsikan berdasarkan konteksnya. Kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan deskripsi tadi dan ditafsirkan maknanya.



4. Analisis Semiotik Sajak “Kupu Malam dan Biniku”

Si aku yang sembari berjalan setelah adanya pertikaian yang terasa halus sekali, mempercepat langkahnya tanpa memalingkan muka ke belakang, tanpa mempedulikan siapapun. Si aku takut dan khawatir terhadap luka atau penderitaannya yang telah terbuka bukan untuk pertama kalinya terlihat oleh orang lain di luar sana. Luka dan penderitaannya semakin parah, bengkak bernanah dan terbuka lebar, memperlihatkan rasa sakit yang dialami si aku begitu dalam. Di perjalanan yang sulit ini, pikiran si aku teringat pada bini(istri)nya, teringat akan kelakuan istrinya yang benar-benar telah menyakiti hati si aku. Si aku tak menyangka bahwa kehidupan rumah tangganya bisa menjadi seperti ini, istrinya telah tega begitu menyakiti hati si aku. Meskipun mereka sudah bersama-sama menjalin hubungan pernikahan selama tujuh tahun lamanya. Mungkin tak banyak yang diketahui si aku mengenai istrinya, bahwa ternyata istrinya telah tega mengkhianati pernikahan mereka. Istrinya telah tega menipu si aku.

Sajak ini berjudul ”Kupu Malam dan Biniku”. Kupu malam maksudnya kupu-kupu malam artinya wanita tunasusila atau pelacur. Penyair bermaksud menceritakan tokoh wanita yang berkelakuan layaknya wanita tunasusila. Tokoh wanita yang dimaksud penyair adalah tokoh bini atau istrinya sendiri yang telah mengkhianatinya, berselingkuh atau berhubungan dengan lelaki lain, dan bukan untuk pertama kalinya sseperti dijelaskan pada bait kedua baris dua ”Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang”, sekali lagi, berarti bukan untuk pertama kalinya si istri melakukan perbuatan tercela seperti ini. Hal ini membuat istrinya terlihat layaknya seorang wanita tuna susila di mata penyair atau tokoh aku.

Tanda-tanda semiotik untuk kesedihan dan kekecewaan di dalam sajak ini ialah kata: berselisih, ngeri..luka, ...sekali lagi, barah ternganga, lautan yang belum terduga, tak setahuku, menipuku. Dapat dikatakan, ini merupakan salah satu sajak Chairil anwar yang memang pada umumnya bersuasana murung, suram, dan sedih.

Dalam hal bunyi, yang dominan dalam sajak ini adalah bunyi vokal u dan a yang semuanya ini memberi kesan gambaran suasana yang berat dan sedih, sesuai dengan suasana kesakitan dan penderitaan yang memang digambarkan dalam sajak ini. Begitu juga persajakan atau rima akhir, selain untuk kemerduan dan kelancaran ekspresi yang memebuat liris serta untuk memeperkeras arti yang terdapat dalam sajak ini.








Sambil berselisih lalu
mengebu debu.

........................

Barah ternganga

Melayang ingatan ke biniku
Lautan yang belum terduga
Biar lebih kami tujuh tahun bersatu

Barangkali tak setahuku
Ia menipuku.

Untuk ekspresivitas dan kepadatan, dalam sajak ini terdapat penyimapangan dari tata bahasa normatif:

Sambil berselisih lalu
mengebu debu.

Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakang
Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang

Barah ternganga

.........................
Biar lebih kami tujuh tahun bersatu

hal ini dilakukan supaya ekspresivitasnya tidak hilang karena tidak padat dan tidak berirama.

Dalam sajak ini dipergunakan beberapa citraan, seperti citra penglihatan dan citra gerakan. ” Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakang” suatu gerakan digambarkan melaui citra gerakan, si aku bergerak berjalan dengan cepat, tanpa menoleh ke belakang. Begitu juga adanya citra visual atau citra penglihatan, ” Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang. Barah ternganga”, gambarana luka si aku yang semakin parah, barah ”bengkak bernanah”, semakin terbuka lebar, semakin terlihat luka yang sedang di derita oleh tokoh aku.

Dari uraian di atas tampak adanya koherensi yang kuat dalam sajak ini antara unsur-unsurnya: kiasan, gaya, citraan, bunyi, kepdatan, ekspresivitas, persajakan dan rima akhir. Semuanya membentuk suasana kesakitan dan penderitaan yang dialami tokoh si aku dalam sajak ”Kupu Malam dan Biniku” ini.



5. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam sajak ”Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar ini berisi tentang kisah percintaan tokoh aku yang gagal akibat pengkhianatan istrinya. Semua unsur yang terdapat dalam sajak ini secara koherensi membentuk gambaran suasana kesakitan dan penderitaan yang dirasakan oleh tokoh aku.

Daftar Pustaka

Junus, U. 1988. Karya Sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Pradopo, D.R. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerpannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teeuw, A. 1997. Citra manusia dalam Karya sastra Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Winfrid North. 1990. Handbook of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press.
Pradopo, Djoko Rachmat. 2009. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar