Rabu, 12 Januari 2011

Analisis Puisi Chairil Anwar

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Chairil Anwar adalah legenda sastra yang hidup di batin masyarakat
Indonesia. Tak ada penyair Indonesia lebih dikenal dibanding Chairil Anwar. Tak ada penyair Indonesia lebih banyak dikenang dibanding Chairil Anwar, seorang penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia. penyair yang memelopori pembebasan bahasa Indonesia dari tatanan lama ini adalah juga seorang pengembara batin yang menghabiskan usianya hanya untuk puisi.
Ia meninggalkan warisan karya yang tidak begitu banyak, yaitu 70
puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4
prosa terjemahan, namun semua karyanya itu merupakan karya yang sangat berharga bagi dunia sastra Indonesia.
1.2 Fokus Objek Apresiasi
Chairil Anwar adalah seseorang yang luar biasa, ia romantis namun memiliki semangat hidup yang menyala-nyala, sebentuk optimisme anak muda yang yakin sepenuhnya pada potensi dirinya sendiri. Ia menciptakan puisi-puisi tentang kemerdekaan, tentang cinta yang pedih, maupun tentang maut yang selalu menggeluti pikirannya.
Dalam makalah ini, penulis membatasi fokus objek apresiasinya yaitu kepada beberapa puisi tentang kematian, yaitu Nisan, Nocturno (fragment), dan Yang Terampas dan Yang Putus.
Penulis akan mengapresiasi puisi-puisi tersebut mulai dari penjedaan, parafrase, apresiasi struktur batin dan fisik puisi tersebut serta mengenai kepengarangannya.



1.3 Tujuan
Tujuan dari mengapresiasi puisi-puisi karya Chairil Anwar adalah untuk lebih mengenal dan memahami puisi-puisi Chairil anwar tersebut dari segi penjedaan dan membuat parafrase yang tepat serta dapat mengapresiasi struktur batin dan fisik puisi beserta kepengarangan Chairil Anwar.



















BAB 2
ISI

2.1 Penjedaan
A. NISAN
Untuk nenekanda
//Bukan kematian benar menusuk kalbu/
/Keridlaanmu menerima segala tiba/
/Tak kutahu/ setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta//
Oktober 1942
B. Nocturno
(Fragment)
..........................................................
//Aku menyeru – tapi tidak satu suara
membalas,/ hanya mati di beku udara./
/Dalam diriku terbujur keinginan,/
juga tidak bernyawa./
/Mimpi yang penghabisan minta tenaga,/
Patah kapak,/ sia-sia berdaya,/
Dalam cekikan hatiku/
/Terdampar..../ Menginyam abu dan debu
Dari tinggalannya suatu lagu./
/Ingatan pada Ajal yang menghantu./
Dan dendam yang nanti membikin kaku..../
..................................................
/Pena dan penyair/ keduanya mati,
Berpalingan!//
1946

C. Yang Terampas dan Yang Putus
//kelam dan angin lalu mempesiang diriku,/
mengigir juga ruang/ di mana dia yang kuingin,/
/malam tambah merasuk,/ rimba jadi semati tugu/
/di Karet,/ di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin/
/aku berbenah dalam kamar,/ dalam diriku jika kau datang/
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;/
/tapi kini/ hanya tangan yang bergerak lantang/
/tubuhku diam dan sendiri,/ cerita dan peristiwa berlalu beku//
1949
2.2 Parafrase
A. NISAN
Untuk nenekanda
Bukan (lah) kematian (yang se) benar (nya) menusuk kalbu (ku, tapi)
Keridlaanmu (lah nenek, yang) menerima segala (nya itu telah) tiba (.)
Tak kutahu (, bahwa kematian) setinggi itu di atas debu
dan (disertai) duka (dari) maha tuan (yang) bertakhta.
Oktober 1942
B. Nocturno
(Fragment)
.....................................................................................
Aku menyeru (,) – tapi tidak (ada) satu suara (pun yang)
membalas, (suaraku) hanya mati di beku (nya) udara.
Dalam diriku terbujur keinginan,
(agar diriku) juga tidak bernyawa.
Mimpi yang (dalam) penghabisan (nya me) minta tenaga,
(hingga) Patah kapak, sia-sia (tak) berdaya,
Dalam cekikan (di) hatiku (.)
(akhirnya aku) Terdampar... (hanya bisa) menginyam abu dan debu
Dari tinggalannya suatu lagu.
Ingatan pada Ajal yang menghantu (sejak dulu) .
Dan dendam (ini) yang nanti (nya) membikin kaku....
......................................................................
Pena dan penyair (, akhirnya) keduanya mati,
Berpalingan!
1946

C. Yang Terampas dan Yang Putus
(suasana menjadi) kelam dan (disertai) angin (yang telah) lalu (itu) mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin (kan untuk berada),
(dinginnya) malam (kian) tambah merasuk, (hingga) rimba jadi semati tugu
(akhirnya) di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru
angin (ini)
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika (nanti) kau
datang
dan aku bisa lagi (me) lepaskan kisah baru padamu;
(te) tapi kini hanya (ada) tangan yang bergerak (dengan) lantang (nya)
tubuhku (hanya bisa ter) diam dan sendiri, cerita dan peristiwa (selama ini, pada akhirnya ikut) berlalu (dan) beku
1949
2.3 Apresiasi Struktur Fisik dan Struktur Batin
A. Nisan
1. Struktur Fisik Puisi Chairil Anwar
a. Diksi (diction)
Sajak tertua Chairil Anwar, sajak ini membebaskan bahasa Indonesia dari aturan-aturan lama (ejaan van Ophusyen) yang waktu itu cukup mengekang, menjadi bahasa yang membuka kemungkinan-kemungkinan sebagai alat pernyataan yang sempurna.
Kata-kata dalam sajak ini dipilih dengan sangat cermat sehingga terlihat kaitan antara makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Sajak Nisan ini, kata-katanya sedikit namun dapat mengungkapkan banyak hal.
b. Imaji, daya bayang (imagery)
Chairil anwar dalam sajaknya ini menggambarkan besarnya kematian, Bukan kematian benar menusuk kalbu. Setinggi itu atas debu dan duka. Sehingga kita merasakan betapa besarnya kematian. Chairil juga menggambarkan adanya citra kesedihan, yaitu kesedihan karena kehilangan orang yang sangat disayanginya.
c. Kata konkret (the concrete word)
Kata 'kematian' dalam sajak ini menggambarkan kematian yang sesungguhnya atau realitas namun misterius. Kematian yang pasti akan terjadi pada setiap orang yang hidup di dunia ini yang selalu disertai dengan kemisteriusannya.
d. Gaya bahasa (figurative language)
Terdapat relasi kebertautan dari unsure yang berdekatan. Disini terdapat majas personifikasi dan sinekdoke. Bukan kematian benar menusuk kalbu, maksudnya kematian itu sangat kuat hingga merasuk ke dalam jiwa dan raga manusia.
e. Irama dan rima (rhythm and rime)
Sajak nisan ini berirama metrum, yaitu irama yang tetap dalam bentuk tekanan yang rendah dengan tempo yang lambat dan menekan untuk membawa suasana kesedihan. Sajak Nisan ini memiliki rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
2. Struktur Batin Puisi Chairil Anwar
a. Tema-arti (sense)
Mengemukakan duka yang dalam akan kepergian neneknya, juga akan kekaguman pada neneknya pada keridlaanmu menerima segala tiba. Tak kutahu setinggi itu atas debu dan duka maha tuan bertahta. duka maha tuan bertahta.
b. Rasa (feeling)
Penyair berduka namun berusaha sabar dan merelakan kepergian neneknya yang dengan ridla menerima kematian. Meskipun penuh pertanyaan tentang kematian dalam dirinya.
c. Nada (tone)
Penyair menyampaikan tema dengan mengemukakan segala rasa dan pikirannya serta bersikap rendah hati pada pembaca sehingga pembaca dapat mengerti apa yang dirasakan penyair dari kata-kata dalam sajaknya.
d. Tujuan, amanat (intention)
Merupakan renungan Chairil tentang kematian, yang di matanya teramat misterius, namun tak terhindarkan oleh siapa pun.
B. Nocturno
1. Struktur Fisik Puisi Chairil Anwar
a. Diksi (diction)
Pemilihan diksi penyair dalam sajak ini lebih dalam. Terlihat bahwa penyair sudah pandai dalam memilih kata. Pemilihan kata-kata yang biasa di dengar dalam kehidupan sehari-hari yang tersusun dan menjadi lebih berarti serta benar-benar mendukung maksud puisinya.
b. Imaji, daya bayang (imagery)
Penyair menggunakan citra intelektual, membayangkan proses datangnya kematian pada dirinya. Ia penggunakan citra pendengaran, Aku menyeru – tapi tidak satu suara membalas, citra gerak, Pena dan penyair keduanya mati, Berpalingan!.
c. Kata konkret (the concrete word)
Kematian dan proses berlangsungnya kematian itu pun digambarkan secara nyata oleh penyair. Dimana orang yang mati akan terbujur kaku dan lepas dari segala yang masih hidup.
d. Gaya bahasa (figurative language)
Gaya bahasa penyair dalam sajak ini sangat menarik. Dengan gambaran proses kematian sesuai dengan gambaran nyata, melalui pemilihan kata-kata yang unik. Menginyam abu dan debu. Dari tinggalannya suatu lagu. selain itu, terdapat metafora dan allegori, Pena dan penyair keduanya mati, Berpalingan!.
e. Irama dan rima (rhythm and rime)
Memiliki irama yang bergantian antara tinggi dan rendah secara teratur. sajak Chairil ini mulai terlepas dari aturan-aturan lama. Hanya pada bait kedua berirama rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa).
3. Struktur Batin Puisi Chairil Anwar
a. Tema-arti (sense)
Ternyata maut masih menggelayuti pikirannya, dalam puisi ini penyair menggambarkan proses datangnya kematian. sang penyair bahkan seakan meramalkan sendiri bahwa hidupnya akan singkat.
b. Rasa (feeling)
Penyair bersikap lebih mengerti dan semakin dapat menerima bahwa kematian memang sudah seharusnya datang dan harus diterima kapanpun sang kematian itu ingin datang.
c. Nada (tone)
Penyair masih bersikap rendah hati, isi sajaknya hanya menyatakan isi perasaannya dan kita sebagai pembaca dapat mengerti apa yang sebenarnya dirasakan penyair yang dia ungkapkan melalui sajaknya ini.
d. Tujuan, amanat (intention)
penyair hanya ingin menyatakan pandangan hidupnya serta keyakinannya akan sesuatu yang dinamakan kematian.
C. Yang Terempas dan Yang Putus
1. Struktur Fisik Puisi Chairil Anwar
a. Diksi (diction)
Pemilihan kata yang semakin indah, menandakan bahwa penyair semakin maju dalam memilah kata yang tepat dan penuh arti di setiap kalimat-kalimatnya yang sesuai dengan maksud dan tujuan sang penyair yang ingin disampaikan dalam sajaknya.
b. Imaji, daya bayang (imagery)
Setelah sebelumnya penyair menggambarkan proses dari suatu kematian, dalam sajaknya kali ini penyair menggambarkan keadaan sesaat setelah dirinya meninggal dimana ia terkubur di tempat peristirahatan yang terakhir, mengigir juga ruang di mana dia yang kuingin. di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin. aku berbenah dalam kamar. Menggambarkan keadaan dirinya yang hanya dapat diam terbujur kaku, tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang. tubuhku diam dan sendiri.
c. Kata konkret (the concrete word)
Karet, sebuah tempat berisikan kamar yang digambarkan penyair sebagai tempat peristirahatan terakhir dirinya saat ia meninggal, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin. aku berbenah dalam kamar.
d. Gaya bahasa (figurative language)
Keunikan sang penyair adalah dalam gaya bahasa dalam setiap sajaknya yang menarik. Disinio terdapat personifikasi, kelam dan angin lalu mempesiang diriku. mengigir juga ruang di mana dia yang kuingin.
e. Irama dan rima (rhythm and rime)
Irama pergantian bunyi tinggi rendahnya sangat teratur, menimbulkan bayangan yang jelas tentang situasi yang digambarkan penyair dalam sajaknya. Sajak ini menggunakan rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
4. Struktur Batin Puisi Chairil Anwar
a. Tema-arti (sense)
Penyair secara jelas menulis kesiapannya untuk menghadapi
kematian. penyair ingin menggambarkan keadaan ketika dirinya telah meninggal. ia berada di tempat peristirahatan terakhirnya yaitu tempat dimana ia dikuburkan.
b. Rasa (feeling)
Penyair bersikap menerima keadaan yang dirasakannya, dalam sajak ini penyair menerima kematian yang mendatanginya. Yang tersisa kini hanya tangan yang bergerak lantang. Bersamaan dengan itu, sang penyair mulai membayangkan pemakaman tempat dia akan dikuburkan, yaitu di Karet, di mana tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
c. Nada (tone)
Seperti sajak-sajaknya sebelumnya, sikap rendah hati yang ditonjolkan oleh penyair, tanpa menunjukkan keangkuhan ataupun sikap bertentangan lainnya. Ungkapan curahan perasaan penyair dalam kata-kata indah yang membuat pembaca mengerti apa yang dirasakannya.
d. Tujuan, amanat (intention)
Penyair hanya mengungkapkan pandangan dan keyakinannya terhadap kematian yang pasti akan datang dan gambaran penyair akan keadaan setelah kematian dilaluinya dalam setiap kata-kata dalam sajaknya ini.
2.4 Apresiasi Pengarang (Ekstraestetik)
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922. Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Indragiri Riau, berasal dari nagari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan dari pihak ibunya, Saleha yang berasal dari nagari Situjuh, Limapuluh Kota dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.
Chairil masuk sekolah Holland Indische school (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastera. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Gaya bersajak dan elan vital dalam puisi-puisinya yang bercorak individualistis dan mem-Barat membedakannya dengan kecenderungan puisi-puisi yang dilahirkan generasi sebelumnya (baca: Poedjangga Baroe).
Bukan secara kebetulan agaknya jika sajak-sajak Chairil memiliki
nuansa individualistis yang kental. Pergumulan total Chairil dengan kesenian agaknya telah menuntun sang penyair terjerembab dalam sebuah ritus pencarian filosofis.
Adalah bahasa Chairil, yaitu bahasa yang meminjam kata-katanya sendiri, mempribadi dan menjadi, yang menjadikan puisi-puisinya sedemikian penting dalam sejarah puisi Indonesia. Juga bagi perkembangan bahasa Indonesia. Dengan puisi-puisinya, sang penyair membuktikan bahwa bahasa Indonesia sanggup menjadi bahasa sastra yang demikian efektif dan modern. Dia mendorong beberapa langkah lagi apa yang telah dilakukan penyair-penyair pendahulunya, khususnya Amir Hamzah, dalam usaha menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa modern lewat puisi. Dengan demikian, pada tingkat makro penyair kita ini menyuarakan semangat zaman dan bangsanya, pada tingkat mikro dia membuktikan efektivitas bahasa Indonesia sebagai alat ucap puisi modern.
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun karena penyakit TBC. Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Buku-buku
• Deru Campur Debu (1949)
• Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
• Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
• "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
• Derai-derai Cemara (1998)
• Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
• Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck
Terjemahan ke dalam bahasa asing
Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:
• "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley? California, 1960)
• "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)
• Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)
• "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)
• The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)
• The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
• Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)
• The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Chairil Anwar, seorang penyair yang legendaris. Dengan puisi-puisinya, sang penyair membuktikan bahwa bahasa Indonesia sanggup menjadi bahasa sastra yang demikian efektif dan modern. Cara menyampaikan pikiran atau perasaannya menimbulkan ciri gaya bahasa tersendiri terhadap karya-karya Chairil Anwar. Sehingga perasaan yang ingin disampaikan penulis menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam pikiran pembaca.
Dalam beberapa puisinya yaitu Nisan, Nocturno (fragment), dan Yang Terampas dan Yang Putus, terlihat sekali bahwa maut selalu menggelayuti pikirannya. Sang penyair bahkan seakan meramalkan sendiri bahwa hidupnya akan singkat. Hingga akhirnya ia meninggal dalam usia muda di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun karena penyakit TBC. Dan seperti memenuhi pesan profetik dalam salah satu bait puisinya: "di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin.", Chairil dimakamkan di Pemakaman Karet pada hari berikutnya.















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil. 2007. Aku Ini Binatang Jalang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sardjono, Partini. 1992. Pengantar Pengkajian Sastra. Bandung: Yayasan Pustaka
Wina.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
http://jamaldrahman.wordpress.com/2009/03/18/chairil-anwar-gelora-hidup-gelora-
cinta/
http://sasteramaya.tripod.com/ChairilAnwar.htm
http://oyoth.multiply.com/journal/item/2/ANALISIS_PUISI

3 komentar:

  1. ada tidak puisi yang lain chaeril anwar yang dianalisis?.......

    BalasHapus
  2. http://bookstove.com/poetry/gravestone-by-chairil-anwar/

    Salah satu puisi tentang misteriusnya kematian

    BalasHapus