Rabu, 12 Januari 2011

Kajian Feminisme Nyai Ontosoroh karya R. Giryadi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dalam pengertian lebih sempit, yaitu dalam sastra , feminis dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun resespsi. Emansipasi wanita dengan demikian merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak. Dalam ilmu sosial lebih dikenal sebagai gerakan kesetaraan gender.
Teori-teori feminis, sebagai alat kaum wanita untuk mmperjuangkan hak-haknya, erat berkaitan dengan konflik yang sejajar, mendekonstruksi sistem dominasi dan hegemoni, pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki, subjek sebagai ego-centric (menggunakan pikiran-pikiran), sementara wanita sebagai hetero-centric ( untuk orang lain).
Oleh karena itulah, feminis memiliki kaitan erat dengan Marxisme, seksisme, rasisme, dan perbudakan sebab ternyata paham-paham tersebut menyatakan adanya penindasan terhadap kelompok atau kelas lain yg lebih lemah. Meskipun demikian , kaitan feminis dengan Marxis , khususnya Marxis ortodoks bersifat ambigu sebab pada dasarnya bagi kelompok Marxis tersebut perempuan disamakan dengan kaum buruh, jadi termasuk kelompok tertindas.
Lakon “Nyai Ontosoroh” karya R. Giryadi mengangkat tema tentang kehidupan seorang wanita bernama Sanikem, seorang gadis di daerah Tulangan yang dijual ayahnya pada seorang Tuan Besar. Setelah menjadi Nyai dari Tuan Besar, Sanikem mengubah namanya menjadi Nyai Ontosoroh. Kehidupan Nyai Ontosoroh penuh dengan permasalahan berat yang silih berganti, semuanya karena Nyai Ontosoroh seorang wanita asli pribumi yang dijadikan gundik.

Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada tataran penelitian feminisme yang mencoba melakukan penelitian terhadap karya sastra yang dihubungkan dengan posisi wanita di kehidupan nyata di masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori feminisme.
B. Kajian Pustaka
a. Feminisme Karya Sastra
Arti sederhana kajian sastra feminis adalah pengkaji memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang (Sugihastuti, 2005: 5).
Secara garis besar dijelaskannya bahwa Culler (Sugihastuti, 2005: 5). menyebutnya sebagai reading as a woman, membaca sebagai perempuan. Yang dimaksud "membaca sebagai perempuan" adalah kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra. Kesadaran pembaca dalam kerangka kajian sastra feminis merupakan kajian dengan berbagai metode. Kajian ini meletakkan dasar bahwa ada gender dalam kategori analisis sastra, suatu kategori yang fundamental.
b. Tujuan Kajian Feminisme
Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan keduduk¬an dan derajat perempuan agar sama atau sejajar de¬ngan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan ser¬ta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini menca¬kup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memper¬oleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki (Djajanegara, 2000:4).
C. Metode Penelitian
Langkah mengkaji karya drama berdasarkan feminis dalam penelitian ini dimulai dengan menganalisis struktur suatu karya sastra. Analisis struktur tidak berbeda dengan analisis pada kajian lainnya. Langkah berikutnya mendeskripsikan bagaimana isu-isu sekaitan dengan perempuan dalam perspektif feminis sesuai dengan kenyataan teks.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Alur dan Pengaluran Lakon Nyai Ontosoroh
- Babak I
PENGIRIM
Keinginan Sastrotomo untuk menjadi Juru Bayar hingga rela menjual anaknya sendiri è
OBJEK
Sanikem ç PENERIMA
Tuan Besar Mellema
é
PENOLONG/
PEMBANTU
Tuan Besar Mellema mengajarkan banyak ilmu dan pengetahuan kepada Sanikem yang menjadikannya Nyai Ontosoroh, Nyai yang luar biasa. è
SUBJEK
Nyai Ontosoroh (sudah tak ingin menjadi Sanikem lagi) ç PENENTANG/
PENGHAMBAT
Kebencian Nyai Ontosoroh terhadap ayahnya yang demi menjadi Juru bayar rela menjadikannya sebagai Nyai


SITUASI AWAL TRANSFORMASI SITUASI AKHIR
TAHAP UJI KECAKAPAN TAHAP UTAMA TAHAP KEBERHASILAN
Keinginan Sastrotomo untuk menjadi Juru bayar, dan rela melakukan apa saja demi mewujudkan keinginannya itu, termasuk menjual anak kandungnya. Sanikem dijual oleh Sastrotomo kepada Tuan Besar Mellema yang menjanjikan akan menjadikan Sastrotomo sebagai Juru bayar. Sanikem dengan terpaksa menerima nasibnya menjadi seorang Nyai dan merubah namanya menjadi Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh berusaha menikmati kehidupannya sebagi seorang Nyai. Ia diajarkan banyak hal oleh Tuan Besar Mellema sehingga ia menjadi sangat pintar dan berwibawa. Namun dalam hatinya, ia selalu menyimpan kebencian pada ayahnya. Nyai Ontosoroh menjadi Nyai yang luar biasa, bahkan Tuan Besar Mellema bergantung kepada Nyai Ontosoroh karena Nyai Ontosoroh yang mengurus semua usaha Tuan Besar Mellema.


- Babak II
PENGIRIM
Kunjungan Minke ke rumah keluarga Mellema sehingga ia terpesona kepada Annelies. è
OBJEK
Annelies ç PENERIMA
Minke
(Annelies memiliki perasaan yang sama terhadapnya)
é
PENOLONG/
PEMBANTU
Nyai Ontosoroh yang menyetujui hubungan antara Minke dan Annelies. è
SUBJEK
Minke ç PENENTANG/
PENGHAMBAT
Tuan Besar Mellema dan Robert Mellema karena keduanya membenci pribumi.


SITUASI AWAL TRANSFORMASI SITUASI AKHIR
TAHAP UJI KECAKAPAN TAHAP UTAMA TAHAP KEBERHASILAN
Berkunjungnya Minke ke rumah keluarga Mellema karena ajakan Sahabatnya Suurhof. Disini Minke bertemu dengan Annelies dan langsung jatuh cinta kepadanya. Kedatangan Minke tidak disukai oleh Robert Mellema dan Tuan Besar Mellema, namun Nyai Ontosoroh, yang lebih berkuasa di rumah itu, mengizinkan Minke untuk selalu datang. Selama bersama-sama dengan Annelies, Minke semakin suka dan sayang kepada Annelies. Annelies juga perasaan yang sama seperti Minke namun ia ragu apat berhubungan dengan Minke. Nyai Ontosoroh meyakinkan Annelies dan juga mendukung hubungannya dengan Minke. Minke dan Annelies saling mencintai, mereka dapat menjalin hubungan kasih dan didukung oleh Nyai Ontosoroh.





- Babak III
PENGIRIM
Kedatangan Mauritz ke rumah keluarga Mellema untuk meminta TB Mellema menyidangkan kasus perceraian dengan ibunya. è
OBJEK
Tuan Besar Mellema ç PENERIMA
Minke
(Annelies memiliki perasaan yang sama terhadapnya)
é
PENOLONG/
PEMBANTU
TB Mellema, meskipun Mauritz membencinya tapi ia tetap ingin baik pada Mauritz. è
SUBJEK
Mauritz Mellema ç PENENTANG/
PENGHAMBAT
Nyai Ontosoroh yang tidak menyukai kedatangan Mauritz yang seenaknya.


SITUASI AWAL TRANSFORMASI SITUASI AKHIR
TAHAP UJI KECAKAPAN TAHAP UTAMA TAHAP KEBERHASILAN
Kedatangan Mauritz ke rumah keluarga Mellema untuk meminta TB Mellema menyidangkan kasus perceraian dengan ibunya. Kedatangan Mauritz tidak disukai oleh Nyai Ontosoroh, namun Tuan Besar Mellema senang melihat Mauritz dan menerima kedatangannya. Dengan nada marah, Mauritz memaki TB Mellema karena telah meninggalkan ibunya. Mauritz meminta TB Mellema untuk membuka kasus perceraian dengan ibunya ke persidangan. Setelah menyatakan apa yang diinginkannya, Mauritz pergi meninggalkan rumah tersebut.






- Babak IV
PENGIRIM
Annelies tidak dapat jauh dari Minke. Ia langsung sakit karena kerinduannya terhadap Minke. è
OBJEK
Annelies ç PENERIMA
Minke
é
PENOLONG/
PEMBANTU
Nyai Ontosoroh yang selalu menenangkan perasaan Annelies. è
SUBJEK
Minke ç PENENTANG/
PENGHAMBAT
Robert Mellema yang sangat membenci pribumi dan tidak menyukai hubungan Minke dengan adiknya.


SITUASI AWAL TRANSFORMASI SITUASI AKHIR
TAHAP UJI KECAKAPAN TAHAP UTAMA TAHAP KEBERHASILAN
Kedatangan Minke ke rumah keluarga Mellema untuk menemui Annelies yang sakit karena merindukannya. Kedatangan Minke tidak disukai oleh Robert Mellema, namun Nyai Ontosoroh dan Annelies menerima kedatangannya. Annelies jujur kepada Minke bahwa kesuciannya direnggut oleh Robert mellema. Minke semakin membenci Robert Mellema, namun ia menerima Annelies apa adanya. Minke tinggal bersama Annelies dan menikmati kebersamaan mereka.








- Babak V
PENGIRIM
Kematian Tuan Besar Mellema. è
OBJEK
Annelies dan seluruh harta milik Tuan Besar Mellema. ç PENERIMA
Mauritz Mellema dan Pengadilan Amsterdam.
é
PENOLONG/
PEMBANTU
Darsam dan Minke yang selalu membela Nyai Ontosoroh. è
SUBJEK
Nyai Ontosoroh ç PENENTANG/
PENGHAMBAT
Mauritz Mellema yang bersekongkol dengan Pengadilan Amsterdam untuk merebut semua yang dimiliki Nyai Ontosoroh.


SITUASI AWAL TRANSFORMASI SITUASI AKHIR
TAHAP UJI KECAKAPAN TAHAP UTAMA TAHAP KEBERHASILAN
Meninggalnya Tuan Besar Mellema yang diusut oleh Pengadilan Amsterdam termasuk masalah hak anak dan harta kekayaan Tuan Besar Mellema. Nyai Ontosoroh sangat dipojokkan dalam pengadilan yang bersekongkol dengan Mauritz Mellema. Nyai Ontosoroh telah membela diri dan keluarganya semampunya, dibantu pula oleh Minke. Nyai Ontosoroh kalah di pengadilan. Annelies harus hidup bersama keluarga Mauritz Mellema di Belanda. Annelies pasrah dibawa ke Belanda. Minke dan Nyai Ontosoroh sangat kecewa dan sedih kehilangan Annelies uang sangat mereka sayangi.

B. Analisis Tokoh dan Penokohan Lakon Nyai Ontosoroh
• Nyai Ontosoroh:
Istri dari Tuan Besar Mellema, berusia sekitar 30 tahun, sangat cantik dan pintar merawat diri. Seorang pengendali perusahaan yang sangat besar, dihormati dan disegani oleh banyak orang. Tidak pernah bersekolah namun rajin belajar dan membaca buku sehingga berpikiran dan bersikap layaknya orang yang berpendidikan. Membenci kolonial dan pemerintahannya. Sangat menyanyangi kedua anaknya, namun memendam kebencian terhadap kedua orang tuanya yang telah menjualnya kepada Tuan Besar Mellema. Bersikap tegas akan setiap permasalahan. Berpendirian kukuh dan keras terhadap dirinya sendiri, tidak ingin menjadi lemah di hadapan siapapun.
“MINKE
…Sampai sejauh ini orang hanya mengenal nama Tuan Mellema. Orang yang sekali-kali saja atau sama sekali tak pernah melihatnya lagi. Sebaliknya orang lebih banyak menyebut-nyebut gundiknya : Nyai Ontosoroh, gundik yang banyak dikagumi orang, rupawan, berumur tigapuluhan, pengendali seluruh perusahaan pertanian besar itu. Dari nama Buitenzorg itu ia mendapatkan nama On-to-so-roh, sebutan orang Jawa yang lidahnya suka kesleo…” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
“NYAI ONTOSOROH
Kini, Sanikem telah lenyap. Hilang untuk selama-lamanya. Sekarang, saya adalah Nyai Boerderij Buiternzorg. Orang-orang memanggil saya Nyai Ontosoroh. Hidup menjadi Nyai terlalu sulit. Dia Cuma seorang budak belian yang kewajibannya hanya memuaskan tuannya. Dalam segala hal! Sewaktu-waktu Nyai harus siap dengan kemungkinan Tuannya sudah mersa bosan, untuk dicampakan kembali, menjadi kere, tanpa hak perlawanan sedikitpun. Salah-salah, bisa badan diusir dengan semu anak-anaknya sendiri. Atau bahkan dengan tangan kosong. Ya, mereka telah membikin saya jadi Nyai begini. Maka saya harus jadi Nyai, jadi budak belian yang baik, Nyai yang sebaik-baiknya…” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
• Tuan Besar Mellema
Seorang Tuan Besar di Tulangan yang sangat kaya raya dan terhormat. Bertubuh tinggi dan besar berkebangsaan Eropa. Seorang yang dihormati namun tidak dapat menerima permasalahan yang sangat berat sehingga pelariannya terhadap minuman keras dan bermain wanita.
“NYAI ONTOSOROH:
…Dulu saya memang Nyainya yang setia, pendampingnya yang tangguh. Sekarang dia hanya sampah tanpa harga. Lebih menyukai bersarang di rumah plesiran (pelacuran). Papapmu, orang yang hanya bisa bikin malu pada keturunannya sendiri. Itulah Papamu, Ann.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
• Robert Mellema
Anak sulung dari Nyai Ontosoroh dan Tuan Besar Mellema, tampan dan gagah khas orang Eropa. Berkeinginan kuat menjadi Belanda sejati, sangat membenci hal-hal yang berbau pribumi termasuk ibunya sendiri. Berkelakuan tidak terpuji, karena selalu membantah ibunya bahkan tega memperkosa adik kandungnya sendiri. Tidak pernah mau kalah, egois, hanya memikirkan dirinya sendiri.
“ROBERT MELLEMA (Berteriak keras)
Aku bukan pribumi! Aku tidak peduli sapi-sapi. Aku tidak perduli pribumi. Aku mau berlayar ke negeri jauh. Ke Eropa. Aku bukan pribumi.
NYAI ONTOSOROH
Robert, masihkan sedikit punya kesopanan terhadap Ibumu? Buatmu, tidak ada yang lebih agung dari pada menjadi Eropa? Dan kau menginginkan semua pribumi untuk tunduk padamu yang mengurus diri sendiri saja tidak mampu. Pergi sana. Jadilah orang Eropa yang kau agungkan.” (Nyai Ontosoroh, Babak III: Adegan I)
• Annelies
Anak bungsu dari Nyai Ontosoroh dan Tuan Besar Mellema. Seorang perempuan muda yang sangat cantik, tercantik di seluruh Bojonegoro. Impian semua pemuda. Sangat manja terhadap ibunya dan Minke, namun ulet dan bertanggung jawab dalam pekerjaannya sebagai seorang mandor. Lemah terhadap permasalahan yang berat, tidak dapat menerima permasalahan yang berat.
“MINKE
…Saya bahagia sekali, karena akhirnya bisa berkenalan dengan gadis pujaan para jejaka di Surabaya ini. Dia sangat manja pada Nyai. Dia sangat mencintai Nyai. Begitupun dia lebih suka diakui sebagai anak Nyai. Dia memanggil Nyai, Mama. Sayapun sering memanggil Nyai, Mama. Nyai lebih suka memanggil saya Nyo Minke…”(Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
• Minke
Putra bupati Brojonegoro. Sangat pintar dan cerdas. Berbakat dalam menulis. Menjadi penulis di salah satu koran Belanda. Berpikiran modern dan menyukai hal-hal berbau modern dan Eropa, berwawasan luas. Sangat menyayangi Annelies dan menghargai Nyai Ontosoroh.
“Oya, saya putera Bupati Brojonegoro. Beliau seorang yang sangat feodal. Dia sangat bangga dengan gelar ke-Jawaannya. Anak-anaknya diberlakukan seperti punggawa-nya. Orang Jawa harus sujud dan berbakti kepada yang lebih tua, kepada yang lebih berkuasa. Meski ajaran itu tetap saya indahkan, tetapi inilah kekeliaruannya. Orang yang lemah, akan terus diinjak oleh yang kuasa.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
“MINKE
Banyak pelajaran, Ann. Saya harus berhasil. Tahun depan saya harus tamat. (pause)Ann, saya selalu terkenang padamu. Kau gadis luar biasa.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
• Mauritz Mellema
Putra Tuan Besar Mellema dan istrinya yang berada di Belanda. pria muda yang gagah. Keras kepala dan memiliki obsesi yang kuat. Sangat menyayangi ibunya. membenci ayahnya yang telah tega meninggalkan ibunya.
“MAURITZ MELLEMA
Aku datang tidak untuk duduk di kursi ini. Ada sesuatu yang lebih penting dari pada duduk. Dengarlah, tuan Mellema! Ibuku, Mevrow Amelia Mellema-Hermes, setelah tuan tinggalkan secara pengecut, harus membanting tulang untuk menghidupi aku, menyekolahkan aku sampai aku berhasil menjadi insinyur.” (Nyai Ontosoroh, Babak III: Adegan I)
• Darsam
Pengawal setia Nyai dari Madura, dan orang kepercayaan Nyai Ontosoroh. Menuruti semua perintah Nyai , sangat menjaga Nyai dan Annelies.
“NYAI ONTOSOROH
…Kecuali kau Darsam, tetaplah di sini. Jagalah saya!...” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
• Sastrotomo
Ayah Sanikem. Sangat berambisi untuk menjadi seorang Juru bayar, dan rela melakukan apa saja untuk mencapai ambisinya tersebut, termasuk menjual anaknya sendiri kepada seorang Tuan besar. Haus akan kekayaan dan kekuasaan serta penghormatan dari sesamanya.
“SASTROTOMO
Betul, saya akan jadi Juru Bayar, Tuan? Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah sayaimpikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun! Sebagai penggantinya, terimalah persembahan saya. Ini anak saya, Tuan Besar Mellema. Terimalah. (Kepada Sanikem) Sanikem, mendekatlah, Nak. Dia adalah Tuan Besar.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
• Istri Sastrotomo
Ibu Sanikem. Seorang istri yang berbakti pada suaminya dan menuruti semua kehendak sang suami, meskipun dirinya tidak setuju dengan keputusan suaminya untuk menjual anaknya pada seorang Tuan Besar tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya bias menangisi kepergian anaknya.
“ISTRI SASTROTOMO
Jangan, Pak, jangan! Kenapa Ikem, kau serahkan kepada laki-laki raksasa itu? Oh, Pak, Pak. Kenapa kau tega, Pak?
TUAN BESAR MELLEMA
Jadi ini anakmu? Bagus, bagus. Kowe, pintar… (Tertawa).
TUAN BESAR MELLEMA PERGI BERSAMA DUA PENGAWALNYA, MEMBAWA SANIKEM TANPA PERLAWANAN. SEMENTARA ISTRI SASTROTOMO, TERISAK MELIHAT ANAKNYA DIBAWA TUAN BESAR MELLEMA.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
• Sanikem
Nama kecil Nyai sebelum dijadikan Nyai oleh Tuan Besar Mellema. Sanikem merupakan seorang gadis yang sangat cantik. Berbakti dan menuruti keinginan orang tuanya.
“SASTROTOMO MENYERET SANIKEM. SANIKEM MERONTA. IBUNYA MEMBUNTUT DENGAN HATI YANG MERONTA. IA MEMBAWA SEKOPOR PAKAIAN ANAKNYA YANG KUMAL. SEMENTARA DI TEMPAT LAIN PARA BUDAK MENERIMA UPAH, SASTROTOMO MUNCUL DENGAN HATI RIANG. DI BELAKANGNYA ADA SANIKEM. IBUNYA YANG KELIHATAN RENTA, HANYA BISA TERTUNDUK LESU MERATAPI NASIB ANAKNYA. DI SUDUT LAIN, TUAN BESAR MELLEMA BERDIRI TEGAK, ANGKUH DAN SOMBONG.”(Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
• Babah Ah Tjong
Seorang Germo pelacuran. Pintar merayu oranglain demi kepentingannya. Berprofesi sebagai germo, pemilik sebuah rumah plesiran yang menjajakan para wanita cantik kepada para hidung belang demi mendapatkan banyak uang.
“BABAH AH TJONG
Aya…Tuan Besal mau ada yang balu. Di sana Tuan tinggal pilih-pilih. Ada lima yang balu-balu oi datangkan dari negeri Tiongkok. Yang local juga ada, oi datangkan dari Blitar dan Dampit. Tuan Besal pasti senang. Tinggal pilih, tinggal pilih. Meleka masih gadis-gadis…Meleka juga pada pandai menali.” (Nyai Ontosoroh, Babak IV: Adegan II)
• Minem
Salah satu buruh pabrik Nyai Ontosoroh. Menginginkan menjadi mandor-perah di pabrik.
“ANNELIES
Kalau pekerjaanmu tidak pernah meningkat, apakah bisa menjadi mandor-perah?
MINEM
Bilih Ndoro Putri berkenan, saget mawon.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
• Buruh Pabrik.
Orang-orang yang bekerja di pabrik milik Tuan Besar Mellema.
“ORANG-ORANG SEDANG BEKERJA,HILIR MUDIK, MEMBAWA KARUNG-KARUNG(GULA) DAN JUGA BATANGAN TEBU DENGAN GELEDEKAN. MEREKA BERTELANJANG DADA.TUBUHNYA HITAM. ADA YANG KEKAR. TETAPI ADA JUGA YANG KURUS KERING.”(Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
• Pelacur
Wanita yang bekerja sebagai seorang tuna susila. Menjual tubuhnya demi mendapatkan uang.
“SEDERET PELACUR SEDANG BERPASANG-PASANGAN DENGAN LELAKINYA. BEBERAPA CENTENG BERJALAN KESANA-KEMARI. SEORANG PEMABUK MELINTAS.” (Nyai Ontosoroh, Babak IV: Adegan I)
• Penduduk
Orang-orang yang berada di suatu daerah tertentu.
• Dua Utusan
Orang yang bekerja pada pemerintah Belanda, yang ditugaskan untuk menjemput Annelies dan membawanya ke negeri Belanda.
“DUA ORANG UTUSAN
Waktu kurang dua menit. Kapal akan segera berangkat.
SESEORANG MEMBAWAKAN KOPOR BESAR DARI DALAM. ANNELIES MEMELUK MINKE DAN NYAI ONTOSOROH. DUA ORANG UTUSAN DAN ANNELIES OUT STAGE.” (Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)
• Meiko
Salah satu pelacur asal Jepang yang bekerja di tempat Babah Ah Tjong. Meiko lah yang pertama kali melayani Robert Mellema.
“(Robert Mellema on stage). Oh..tabik Sinyo Lobet. Hali bagus, Nyo. Hali pelesil sekalang. Ayoh, Nyo, mampil. Ada yang baru. Tinggal pilih, tinggal pilih, Nyo! Oh mungkin Sinyo tidak suka. Oi sediakan yang lain. Nah ini Meiko. Oi datangkan khusus buat Nyo, dari Jepun. Sinyo juga boleh pakai kamal mana saja Sinyo suka. Tinggal pilih, tinggal pilih. Ayo, Meiko bawa Sinyo Lobet ke dalam. Layani baek-baek. Pelalis..pelalis..(Robert Mellema out stage)” (Nyai Ontosoroh, Babak IV: Adegan II)

C. Analisis Latar Lakon Nyai Ontosoroh
• Waktu :
– Waktu kini
- Saat Sanikem telah lenyap, begitu menjadi Nyai dari Tuan Besar Mellema, namanya berubah menjadi Nyai Ontosoroh. Hidup menjadi seorang Nyai Boerderij Buitenzorg.
“NYAI ONTOSOROH
Kini, Sanikem telah lenyap. Hilang untuk selama-lamanya. Sekarang, saya adalah Nyai Boerderij Buiternzorg. Orang-orang memanggil saya Nyai Ontosoroh.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
- Ketika Nyai Ontosoroh dan Tuan Besar Mellema pindah ke Wonokromo.
“NYAI ONTOSOROH
Kami harus pindah ke Wonokromo, karena kontrak perusahaan gula tidak memperpanjang jabatan Tuan Besar. Kami pindah ke Surabaya. TB Mellema membeli tanah luas di Wonokromo, penuh semak belukar dan dekat rumpun-rumpun hutan muda. Sapi yang dibeli dari Australia dipindahkan kemari.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan IV)
- Siang hari. Suasana pesta pora perayaan pengangkatan Sri Ratu Wilhelmina di Surabaya.
“SIANG HARI. SUASANA PESTA PORA PERAYAAN PENGANGKATAN SRI RATU WILHELMINA DI SURABAYA. BENDERA TRIWARNA (MERAH, PUTIH, BIRU) BERKIBAR DI MANA-MANA. TERPAMPANG FOTO BESAR SRI RATU WILHELMINA. SUARA MUSIK HINGAR BINGAR. ORANG-ORANG BERLARIAN MENGIBARKAN BENDERA MERAH PUTIH BIRU.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Saat Minke berkunjung ke Boerderij Buitenzorg, menemani Annelies.
“NYAI ONTOSOROH
Akhirnya kau datang juga, Nyo. Betapa lamanya Annelies harus menunggu. Urus tamumu itu, Ann. Mama masih banyak kerja, Nyo.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Saat Annelies dan Nyai Ontosoroh berdiskusi mengenai Minke.
“NYAI ONTOSOROH
Tak pernah Mama melihat, Ann, semurung ini?
ANNELIES
Apakah Mama suka pada Minke?” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan II)
- Saat terjadi pertengkaran annelies dan Robert Mellema.
“MUSIK CINTA ITU BERUBAH MENJADI KACAU DAN AMARAH. ROBERT DAN ANNELIES BERTENGKAR. TB MELLEMA TIDAK MEMPERDULIKANNYA. NYAI MEMANDANG DENGAN PERASAAN GERAM.” (Nyai Ontosoroh, Babak III: Adegan I)
- Ketika Mauritz Mellema datang ke Boerderij Buintezorg.
“MAURITZ MELLEMA (Masuk tanpa permisi)
Mana Tuan Mellema!” (Nyai Ontosoroh, Babak III: Adegan I)
- Saat Tuan Besar mellema dan Robert Mellema berkunjung ke tempat pelacuran Babah Ah Tjong.
“BABAH AH TJONG
Aya…Tuan Besal mau ada yang balu. Di sana Tuan tinggal pilih-pilih. Ada lima yang balu-balu oi datangkan dari negeri Tiongkok. Yang local juga ada, oi datangkan dari Blitar dan Dampit. Tuan Besal pasti senang. Tinggal pilih, tinggal pilih. Meleka masih gadis-gadis…Meleka juga pada pandai menali.
Mau pilih yang mana tuan? (Tuan Besar Mellema memilih orang yang berpakaian Jawa). Oi…oi…masih kulang puas juga dengan olang Jawa, Tuan. Tapi tidak apa, dia pandai sekali melawat tubuhnya, makanya kelihatan sintal, kayak Nyai, hemmm. Silahkan Tuan. Pelalis, pelalis…!(Tuan Besar Mellema out stage).
(Robert Mellema on stage). Oh..tabik Sinyo Lobet. Hali bagus, Nyo. Hali pelesil sekalang. Ayoh, Nyo, mampil. Ada yang baru. Tinggal pilih, tinggal pilih, Nyo!” (Nyai Ontosoroh, Babak IV: Adegan II)
- Pertengkaran Minke dan Robert Mellema.
“ROBERT MELLEMA
Kau tidak tahu diri Minke! Kau tak akan pernah mendapatkan apa yang kau impikan. Tidak Minke. Kau seorang kafir! Engkau seorang pribumi yang tidak pantas mengawini Eropa.” (Nyai Ontosoroh, Babak IV: Adegan III)
- Ketika Tuan Besar Mellema meninggal.
“DI RUMAH PELACURAN BABAH AH TJONG, TUAN MELLEMA SEDANG MABUK BERAT. DIA SEMPOYONGAN. TIBA-TIBA TERHUYUNG DAN JATUH KE LANTAI. PARA PELACUR BERHAMBURAN MENDEKAT. DARSAM MUNCUL TIBA-TIBA.” (Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)
- Ketika diadakan persidangan mengenai kasus kematian Tuan Besar Mellema.
“MINKE
Tuan-tuan saya menyakal semua keputusan Tuan Hakim dan Tuan Jaksa. Saya suami Annelies. Saya mencintainya. Cinta setulusnya. Apakah perlu saya jelaskan kapan dan di mana kami kawin? Saya dan Annelies sudah menikah secara Islam, kami punya saksi.” (Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)
- Kepergian Annelies menuju Belanda.
“Mama, masih ingatkah dengan cerita tentang kopor itu. Aku akan pergi dengan kopor yang membuat Mama bertekat menjadi seperti ini. Dengan kopor itu dulu Mama pergi dan bertekad tak akan kembali lagi. Kopor itu terlalu memberati kenangan Mama. Biar aku bawa, Mama, beserta kenangan berat di dalamnya. Aku tidak akan membawa apa-apa, kecuali kain batik dari Mama dan pakaian pengantinku. Semua akan menjadi kenangan, Mama. Aku pasti merindukan kalian semua…”(Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)
– Waktu lampau
- Upacara menjadi dewasa. Ketika sanikem disucikan, bermandikan air bunga tujuh rupa.
“IBUNYA SANIKEM HANYA BISA TERSEDU. IA MENGGAYUNG AIR BERCAMPUR BUNGA TUJUH MACAM, DARI GENTHONG. SANIKEM DIAM TERPAKU KETIKA AIR BUNGA TUJUH MACAM MULAI MEMBASAHI TUBUHNYA.
SANIKEM
Sejak saat itu, nama Sanikem, sedikit-demi sedikit luntur oleh kemauan keras orang tuanya.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
- Ketika sanikem diberikan oleh Sastrotomo pada tuan Besar Mellema.
“SASTROTOMO
Betul, saya akan jadi Juru Bayar, Tuan? Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah sayaimpikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun! Sebagai penggantinya, terimalah persembahan saya. Ini anak saya, Tuan Besar Mellema. Terimalah. (Kepada Sanikem) Sanikem, mendekatlah, Nak. Dia adalah Tuan Besar.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
– Waktu yang akan datang
- Sesampainya di Belanda, sampai kapan pun Annelies akan tetap mencintai Minke dan Nyai Ontosoroh, ibunya.
“…..Semua akan menjadi kenangan, Mama. Aku pasti merindukan kalian semua…”(Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)
• Ruang :
– Ruang terlihat (teraktualisasikan)
- Dekat Pabrik gula Tulangan
“DEKAT PABRIK GULA TULANGAN” (Nyai Ontosoroh, Babak I)
- Rumah Nyai Ontosoroh, Boerderij Buitenzorg
“NYAI ONTOSOROH
Akhirnya kau datang juga, Nyo. Betapa lamanya Annelies harus menunggu. Urus tamumu itu, Ann. Mama masih banyak kerja, Nyo.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Pabrik Boerderij Buitenzorg
“BEBERAPA PEKERJA PEREMPUAN MELINTAS. MEREKA MEMBAWA EMBER-EMBER SENG BERISI SUSU HASIL PERAHAN. SEMENTARA YANG LAKI-LAKI MEMANGGUL KARUNG KACANG TANAH DAN JUGA ADA YANG MENGGELEDEKNYA.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Ruang tamu rumah Nyai Ontosoroh, Boerderij Buitenzorg
“TUAN BESAR MELLEMA
Oh, silahkan duduk Mauritz. Kau sudah segagah ini?!” (Nyai Ontosoroh, Babak III: Adegan I)
- Rumah pelacuran babah Ah Tjong
“SEDERET PELACUR SEDANG BERPASANG-PASANGAN DENGAN LELAKINYA. BEBERAPA CENTENG BERJALAN KESANA-KEMARI. SEORANG PEMABUK MELINTAS.” (Nyai Ontosoroh, Babak IV: Adegan I)

– Ruang tak terlihat (yang mungkin diaktualisasikan)
• Ruang tak terlihat di balik panggung
- Percintaan Tuan Besar Mellema dan Sanikem
“… LIGHTING MEREMANG BIRU. TIRAI MENURUN PELAN-PELAN. PERCINTAAN DI BALIK TIRAI. DUA PENARI KARONSIH/TAYUB MENARI DENGAN LEMBUT. TETAPI ISAK TANGIS JELAS TERDENGAR DARI IBU SANIKEM. LIGHTING SEMAKIN TEMARAM. PENARI KARONSIH MENGHILANG DI BALIK TIRAI. DI SUDUT YANG LAIN, NYAI ONTOSOROH BERDIRI KOKOH.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
• Ruang dekat
- Surabaya
“SIANG HARI. SUASANA PESTA PORA PERAYAAN PENGANGKATAN SRI RATU WILHELMINA DI SURABAYA. BENDERA TRIWARNA (MERAH, PUTIH, BIRU) BERKIBAR DI MANA-MANA. TERPAMPANG FOTO BESAR SRI RATU WILHELMINA. SUARA MUSIK HINGAR BINGAR. ORANG-ORANG BERLARIAN MENGIBARKAN BENDERA MERAH PUTIH BIRU.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Sekitar rumah Nyai Ontosoroh, Boerderij Buitenzorg
“SEKITAR RUMAH NYAI ONTOSOROH. MUSIK BERDENTANG. DI TEMPAT LAIN, MINKE SEDANG MELAMUN SENDIRIAN.” (Nyai Ontosoroh, Babak IV: Adegan III)
- Pengadilan
“MINKE
Tuan-tuan saya menyakal semua keputusan Tuan Hakim dan Tuan Jaksa. Saya suami Annelies. Saya mencintainya. Cinta setulusnya. Apakah perlu saya jelaskan kapan dan di mana kami kawin? Saya dan Annelies sudah menikah secara Islam, kami punya saksi.” (Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)

• Ruang jauh
- Gambaran negeri Belanda
“ANNELIES
Mas, tubuhku lemah tak berdaya. Tak berdaya, melawan sakit ini semua. Dikala sakit seperti ini aku terkenang dengan cerita-cerita yang Mas ceritakan tentang negeri Belanda menurut cerita Multatuli. Katamu, nun jauh di sana ada negeri di tepi laut utara. Tanahnya rendah, maka dinamai negeri Tanah Rendah, Nederland atau Holand. Mereka mengembara keseluruh pelosok bumi karena mereka bosan membuat tanggul-tanggul dan lebih mengagumi negeri yang jauh, bergunung-gunung, tanahnya subur, penuh laut dan pantai, kemudian menguasainya.”(Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)

D. Analisis Perlengkapan Lakon Nyai Ontosoroh
• Menurut Fungsinya :
• Sekadar melengkapi lakuan
- Karung-karung gula
“ORANG-ORANG SEDANG BEKERJA, HILIR MUDIK, MEMBAWA KARUNG-KARUNG (GULA) DAN JUGA BATANGAN TEBU DENGAN GELEDEKAN.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan I)
- Batangan tebu
“ORANG-ORANG SEDANG BEKERJA, HILIR MUDIK, MEMBAWA KARUNG-KARUNG (GULA) DAN JUGA BATANGAN TEBU DENGAN GELEDEKAN.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan I)
- Minuman dan buah-buahan
“..BEBERAPA PEMBANTU JALAN JONGKOK, MENYEDIAKAN MINUM DAN BUAH-BUAHAN..” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
- Ember-ember seng berisi susu hasil perahan
“BEBERAPA PEKERJA PEREMPUAN MELINTAS. MEREKA MEMBAWA EMBER-EMBER SENG BERISI SUSU HASIL PERAHAN. SEMENTARA YANG LAKI-LAKI MEMANGGUL KARUNG KACANG TANAH DAN JUGA ADA YANG MENGGELEDEKNYA.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Karung kacang tanah
“BEBERAPA PEKERJA PEREMPUAN MELINTAS. MEREKA MEMBAWA EMBER-EMBER SENG BERISI SUSU HASIL PERAHAN. SEMENTARA YANG LAKI-LAKI MEMANGGUL KARUNG KACANG TANAH DAN JUGA ADA YANG MENGGELEDEKNYA.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Kursi di ruang tamu rumah Nyai ontosoroh
“MAURITZ MELLEMA
Aku datang tidak untuk duduk di kursi ini. Ada sesuatu yang lebih penting dari pada duduk. Dengarlah, tuan Mellema! Ibuku, Mevrow Amelia Mellema-Hermes, setelah tuan tinggalkan secara pengecut, harus membanting tulang untuk menghidupi aku, menyekolahkan aku sampai aku berhasil menjadi insinyur.” (Nyai Ontosoroh, Babak III: Adegan I)
- Jarit Sidomukti
“MAYAT ITU KEMUDIAN DITUTUP DENGAN JARIT SIDOMUKTI…”(Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)
• Bersifat referensial
- Air bercampur bunga tujuh rupa
“IBUNYA SANIKEM HANYA BISA TERSEDU. IA MENGGAYUNG AIR BERCAMPUR BUNGA TUJUH MACAM, DARI GENTHONG. SANIKEM DIAM TERPAKU KETIKA AIR BUNGA TUJUH MACAM MULAI MEMBASAHI TUBUHNYA.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
- Tikar pandan
“… KEMUDIAN DIA TIDUR TERLENTANG DI ATAS TIKAR PANDAN. IBUNYA KEMUDIAN MELANGKAHINYA TIGA KALI.” (Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)


- Kopor pakaian yang kumal
“SASTROTOMO MENYERET SANIKEM. SANIKEM MERONTA. IBUNYA MEMBUNTUT DENGAN HATI YANG MERONTA. IA MEMBAWA SEKOPOR PAKAIAN ANAKNYA YANG KUMAL….”(Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
• Bersifat metaforis atau retoris
- Bendera tri warna (merah, putih, biru)
“SIANG HARI. SUASANA PESTA PORA PERAYAAN PENGANGKATAN SRI RATU WILHELMINA DI SURABAYA. BENDERA TRIWARNA (MERAH, PUTIH, BIRU) BERKIBAR DI MANA-MANA. TERPAMPANG FOTO BESAR SRI RATU WILHELMINA. SUARA MUSIK HINGAR BINGAR. ORANG-ORANG BERLARIAN MENGIBARKAN BENDERA MERAH PUTIH BIRU.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
- Foto besar Sri Ratu Wilhelmina
“SIANG HARI. SUASANA PESTA PORA PERAYAAN PENGANGKATAN SRI RATU WILHELMINA DI SURABAYA. BENDERA TRIWARNA (MERAH, PUTIH, BIRU) BERKIBAR DI MANA-MANA. TERPAMPANG FOTO BESAR SRI RATU WILHELMINA. SUARA MUSIK HINGAR BINGAR. ORANG-ORANG BERLARIAN MENGIBARKAN BENDERA MERAH PUTIH BIRU.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)

E. Analisis Bahasa Lakon Nyai Ontosoroh
Penggunaan bahasa para tokoh dalam Lakon Nyai Ontosoroh ini merupakan penggunaan bahasa dramatik, tunduk pada konvensi stilistika. Dialog dengan ragam bahasa yang sesuai dengan lingkungan sosial para tokohnya. Setiap dialognya bermakna. Penggunaan bahasa fatik, yang sesuai dengan situasi yang terjadi dalam cerita. Terdapat pula penggunaan bahasa ekspresif yang tergambar dengan baik.





F. Tinjauan terhadap Lakon Nyai Ontosoroh
a. Sinopsis
Nyai Ontosoroh adala seorang gundik dari Tuan Besar Mellema, dan menjadi ibu dari kedua anak mereka. Sebagai seorang nyai, kehidupan Nyai Ontosoroh dilanda banyak permasalahan. Anak sulungnya, Robert Mellema selalu berbuat sesuka hatinya. Begitu pula suaminya yang tidak dapat menerima berbagai permasalahan yang berat sehingga pelariannya terhadap minuman keras dan pelacuran. Anak kesayangannya, Annelies, yang baik dan menuruti perkataannya, ia nikahkan dengan seorang pribumi yang juga baik dan pintar bernama Minke. Annelies dan Minke sangat saling mencintai.
Puncak permasalahan dalam keluarga mereka terjadi ketika Tuan Besar Mellema meninggal. Di pengadilan, seluruh kekayaan dan kedua anak Nyai Onotosoroh tidak diakui sebagai miliknya, semua itu hanya diakui sebagai milik Tuan Besar Mellema. Seluruh kekayaan akan diberikan pada ahli warisnya saja. Karena Annelies dan Robert Mellema masih di bawah umur, untuk sementara kekayaan mereka diambil alih oleh Mauritz Mellema, anak Tuan Besar Mellema dan istri syahnya di Belanda. Annelies diharuskan untuk tinggal di Belanda bersama keluarganya dan meninggalkan suami serta ibu kandungnya.
b. Analisis Feminisme Lakon Nyai Ontosoroh
Nyai Ontosoroh adalah seorang gudik dari seorang Belanda bernama Tuan Besar Mellema, dan memiliki dua orang anak hasil dari perkawinannya tersebut. Pada awalnya ia bernama Sanikem, setelah dijual oleh ayahnya kepada Tuan besar Mellema, namanya berubah menjadi Nyai Ontosoroh. Sebelumnya Sanikem hanya menjadi perempuan yang menurut saja pada keinginan orang tuanya, Sanikem tidak dapat berbuat banyak demi dirinya sendiri. Ia dengan terpaksa menjadi nyai dari seorang Belanda. Kebebasan dan haknya telah terenggut oleh keinginan ayahnya yang hanya memikirkan kepentingannya saja tanpa memikirkan kebahagiaan putrinya tersebut.
Sebagai seorang nyai, Nyai Ontosoroh menjalani hidupnya dengan sangat sulit. Masyarakat menganggap seorang nyai sebagi orang yang rendah, yang menjual dirinya demi kekayaan Tuannya. Namun, Nyai Ontosoroh bukan wanita serendah itu, ia bercita-cita untuk dengan ber¬bagai cara mengembangkan diri menjadi manusia yang mandiri lahir dan batin, yang menggambarkan gerakan feminis. Nyai Ontosoroh tidak membiarkan dirinya bergantung pada suaminya, melainkan berusaha mengembangkan dirinya menjadi orang yang mandiri secara jasmani maupun secara intelektual. Hingga akhirnya Nyai Ontosoroh berhasil mengangkat kedu¬dukan dan harkatnya menjadi setingkat dengan kedudukan dan harkat laki-laki, bahkan di dalam rumah Nyai Ontosoroh menjadi seorang pemimpin yang menjaga rumah tangganya, baik mengurus kekayaan dan perusahaan yang dimilikinya maupun mengurus anak dan suaminya dengan baik sehingga mengubah pandangan masyarakat tentang dirinya.
“NYAI ONTOSOROH
Kini, Sanikem telah lenyap. Hilang untuk selama-lamanya. Sekarang, saya adalah Nyai Boerderij Buiternzorg. Orang-orang memanggil saya Nyai Ontosoroh. Hidup menjadi Nyai terlalu sulit. Dia Cuma seorang budak belian yang kewajibannya hanya memuaskan tuannya. Dalam segala hal! Sewaktu-waktu Nyai harus siap dengan kemungkinan Tuannya sudah mersa bosan, untuk dicampakan kembali, menjadi kere, tanpa hak perlawanan sedikitpun. Salah-salah, bisa badan diusir dengan semu anak-anaknya sendiri. Atau bahkan dengan tangan kosong. Ya, mereka telah membikin saya jadi Nyai begini. Maka saya harus jadi Nyai, jadi budak belian yang baik, Nyai yang sebaik-baiknya…”(Nyai Ontosoroh, Babak I: Adegan III)
“Sampai sejauh ini orang hanya mengenal nama Tuan Mellema. Orang yang sekali-kali saja atau sama sekali tak pernah melihatnya lagi. Sebaliknya orang lebih banyak menyebut-nyebut gundiknya : Nyai Ontosoroh, gundik yang banyak dikagumi orang, rupawan, berumur tigapuluhan, pengendali seluruh perusahaan pertanian besar itu. Dari nama Buitenzorg itu ia mendapatkan nama On-to-so-roh, sebutan orang Jawa yang lidahnya suka kesleo. (tersenyum)” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
Nyai Ontosoroh merupakan seorang wanita yang haus akan pendidikan atau pengetahuan, yang rajin bekerja untuk menambah penghasilan keluarga, sehingga bisa diakui masyarakat se¬bagai sosok yang memiliki jati diri sendiri tanpa dikaitkan dengan kedudukan suami. Nyai Ontosoroh merupakan wanita yang gemar dan pandai mengurus rumah tangga dan perusahaanya.
“Sampai sejauh ini orang hanya mengenal nama Tuan Mellema. Orang yang sekali-kali saja atau sama sekali tak pernah melihatnya lagi. Sebaliknya orang lebih banyak menyebut-nyebut gundiknya : Nyai Ontosoroh, gundik yang banyak dikagumi orang, rupawan, berumur tigapuluhan, pengendali seluruh perusahaan pertanian besar itu. Dari nama Buitenzorg itu ia mendapatkan nama On-to-so-roh, sebutan orang Jawa yang lidahnya suka kesleo. (tersenyum)” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
Sebagai seorang pemimpin baik dalam rumah tangga maupun perusahaan, Nyai Ontosoroh telah berusaha sebaik-baiknya. Hanya saja Nyai Ontosoroh tahu, dalam hukum pemerintahan Belanda, dirinya dianggap bukan siapa-siapa. Kekayaan yang selama ini berhasil diraihnya bahkan kedua anaknya tidaklah syah menjadi miliknya. Kekayaan akan sepetuhnya menjadi milik suaminya, Tuan Besar Mellema, dan kedua anaknya hanya akan diakui sebagai anak Tuan Besar Mellema saja. Nyai Ontosoroh membenci hal-hal yang berbau Belanda, baik pemerintahannya maupun orang-orangnya. Baginya, Belanda adalah sesuatu yang menghancurkan setiap pribumi, penjajah yang tak berperikemanusiaan. Belanda tidak pernah adil pada pribumi, Belanda hanya mementingkan kepentingan kaumnya saja, bagaimana pun caranya. Hal yang terpenting bagi Nyai Ontosoroh adalah kepentingan dan kebahagiaan anaknya, ia rela melakukan apa pun supaya anaknya bahagia, tidak tersiksa seperti dirinya yang menjadi seorang gudik.
“NYAI ONTOSOROH
…Ya, Mama ingin melihat kau berbahagia untuk selama-lamanya. Tidak mengalami kesakitan seperti saya dulu. Tak mengalami kesunyian seperti sekarang ini : Tak punya teman, tak punya kawan, apalagi sahabat yang tiba-tiba datang membawa kebahagiaan.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan II)
“NYAI ONTOSOROH
Tuan-tuan yang terhormat. Antara saya dan TB Mellema ada ikatan perbudakan yang tidak pernah digugat oleh hukum Eropa. Antara anaku dengan Tuan Minke ada cinta mencintai yang sama-sama tulus, bahkan mereka sudah diikat dalam perkawinan yang syah. Sekali lagi tuan, orang Eropa dapat membeli perempuan pribumi seperti diri saya ini, tetapi tak seorangpun memprotesnya. Apakah pembelian ini lebih benar dari pada percintaan yang tulus dari kedua insan ini? Kalau orang Eropa boleh berbuat karena keunggulan dan kekuasaannya, mengapa kalau pribumi jadi ejekan, justru karena cinta yang tulus?” (Nyai Ontosoroh, Babak V: Adegan I)
Suami dari Nyai Ontosoroh, Tuan Besar Mellema. Pada awalnya adalah seorang lelaki yang kuat, tegas, dan berwibawa. Menghargai Nyai Ontosoroh yang menjadi gundiknya. Namun, Tuan Besar Mellema ternyata tidak dapat menerima permasalah yang sangat berat, dirinya menjadi lemah dan rapuh, pelariannya adalah terhadap minuman keras dan pelacuran. Tuan Besar Mellema hanya bersenang-senang, mengabaikan perusahaan dan keluarganya. Dirinya menjadi seorang lelaki yang tidak berguna baik bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri sehingga segala tugasnya digantikan oleh Nyai Ontosoroh termasuk untuk menjadi pemimpin rumah tangga.
”NYAI ONTOSOROH
Dulu saya memang Nyainya yang setia, pendampingnya yang tangguh. Sekarang dia hanya sampah tanpa harga. Lebih menyukai bersarang di rumah plesiran (pelacuran). Papapmu, orang yang hanya bisa bikin malu pada keturunannya sendiri. Itulah Papamu, Ann.
Kalau saya tidak keras begini, Nyo…maafkan saya harus membela diri sehina ini, akan jadi apa semua ini? Anak-anaknya, perusahaannya, semua sudah akan menjadi gembel. Jadi saya tak menyesal sudah bertindak begini di hadapanmu, Nyo. Jangan angap saya biadab. Semua untuk kebaikan dia sendiri. Dia telah saya berlakukan sebagaimana dia kehendaki. Itu yang dia kehendaki, begini, Minke. Orang-orang Eropa sendiri tidak disekolahkan di dalam kehidupan ini.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan I)
Anak sulung Nyai Ontosoroh, Robert Mellema, membenci ibunya sendiri karena ibunya adalah seorang pribumi. Robert Mellema membenci segala hal yang berbau pribumi padahal dalam dirinya terdapat darah pribumi. Robert Mellema selalu melawan ibunya, tidak pernah mau mendengarkan perkataan ibunya. Nyai Ontosoroh hanya bisa mengingatkan dan bersabar karena Robert Mellema memang tidak bisa diatur.
“ROBERT MELLEMA (Berteriak keras)
Aku bukan pribumi! Aku tidak peduli sapi-sapi. Aku tidak perduli pribumi. Aku mau berlayar ke negeri jauh. Ke Eropa. Aku bukan pribumi.

NYAI ONTOSOROH
Robert, masihkan sedikit punya kesopanan terhadap Ibumu? Buatmu, tidak ada yang lebih agung dari pada menjadi Eropa? Dan kau menginginkan semua pribumi untuk tunduk padamu yang mengurus diri sendiri saja tidak mampu. Pergi sana. Jadilah orang Eropa yang kau agungkan.” (Nyai Ontosoroh, Babak III: Adegan I)
Annelies, anak bungsu Nyai Ontosoroh sangat menuruti dan menyayangi ibunya. Annelies bekerja membantu ibunya untuk memeriksa pekerjaan para buruh di perusahaan. Annelies memiliki hati sangat lembut dan diri yang lemah, ia mudah sakit bila sedang memiliki masalah. Nyai Ontosoroh sangat menyayangi Annelies dan menginginkan Annelies mendapatkan kebahagiaannya.
“NYAI ONTOSOROH
Biarpun pendek dan sedikit, setiap orang pernah, Ann. Ada banyak tahun setelah saya ikut TB Mellema, Ayahmu. Yang sekarang ini saya tak tahu. Yang ada hanya kekuatiran, hanya ada satu keinginan. Tak ada sangkut paut dengan kebahagiaan yang kau tanyakan. Apa peduli diri ini berbahagia atau tidak? Kau yang saya kuatirkan. Saya ingin lihat kau berbahagia. Saya didik kau secara keras untuk bisa bekerja, biar kelak tidak harus tergantung pada suami.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan II)
Minke merupakan seorang pribumi yang tidak sengaja masuk ke dalam kehidupan keluarga Nyai Ontosoroh. Minke dan Annelies saling jatuh cinta. Nyai Ontosoroh sangat mendukung hubungan mereka demi kebahagiaan Annelies, hanya Tuan Besar Mellema dan Robert Mellema yang tidak menyetujui hubungan mereka karena Minke seorang pribumi. Mereka akhirnya bisa menikah dan hidup bersama dengan izin dari Nyai Ontosoroh.
“ANNELIES
Apakah Mama suka pada Minke?
NYAI ONTOSOROH
Tentu Ann, dia anak yang baik. Bagaimana mama takkan suka kalau kau sendiri sudah suka? Orang tua tentu bangga punya anak seperti dia. Dan wanita siapa takkan bangga jadi istrinya nanti? Istri syah? Mamapun bangga punya menantu dia. Karena itu kau tak perlu kuatirkan sesuatu.” (Nyai Ontosoroh, Babak II: Adegan II)
Lakon Nyai Ontosoroh ini diadaptasi oleh R. Giryadi dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Pramoedya menampilkan sosok Nyai Ontosoroh sebagai tokoh wanita yang tegar, mandiri, serta penuh rasa percaya diri. Yang kental terasa dalam cerita ini adalah posisi wanita pribumi di mata pemerintahan Belanda. Pramoedya mengangkat tema wanita pribumi yang dijadikan gundik oleh seorang Belanda yang memang sering terjadi di masa penjajahan. Sosok Nyai yang digambarkan berbeda dengan pandangan masyarakat pada umumnya yang menganggap seorang Nyai hanyalah wanita yang hanya bisa memuaskan Tuannya saja, hanya memanfaatkan keindahan tubuhnya demi kehidupan yang lebih baik. Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai seorang Nyai yang berpendidikan dan memiliki sikap yang biasa dimiliki oleh kaum feminis, yang mandiri dan tidak ingin dijajah, menjadi seorang wanita yang berhasil mendapatkan kemerdekaannya.
Karya ini sendiri ditulis oleh Pramoedya di Pulau Buru, ketika dirinya di penjara di tempat pembuangan biadab yang dibentuk bangsanya sendiri selama 10 tahun (1969-1979) yang dibalasnya dengan cara yang sangat beradab: menerbitkan sejumlah karya berkelas "sastra Nobel". Ketika ia harus makan bangkai tikus, cecak dan daging kuda yang terserang antrax, lamunannya justru melayang jauh ke jaman-jaman kegelapan sejarah bangsa Indonesia yang disembunyikan rapat-rapat oleh penguasa. Kemudian kepingan dan serpihan yang ada disusun kembali dalam bayangan manusia Pramoedya beserta sejumlah pengalaman sejarah yang membentuk wataknya. Pramoedya merupakan seorang humanis tulen, sebagaimana sosok Multatuli yang sangat dikagumi Pramoedya. Maka pantas saja terasa sekali mengenai gambaran pemerintahan Belanda pada saat itu dalam karyanya ini.










BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Lakon Nyai Ontosoroh karya R. Giryadi yang mengadaptasi dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer ini menceritakan kehidupan seorang wanita yang menjadi gundik dari seorang tuan besar. Nyai Ontosoroh merupakan sosok wanita yang tegar, mandiri, serta penuh rasa percaya diri. Lakon Nyai Ontosoroh menggambarkan perjuangan seorang nyai dalam mempertahankan kekayaan dan anaknya yang tidak diakui oleh pemerintahan Belanda. Nyai Ontosoroh merupakan simbol dari gerakan feminisme, wanita yang berjuang demi mendapatkan hak dan kemerdekaannya, yang berjuang dengan sebaik-baiknya.





















DAFTAR PUSTAKA

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sardjono, Partini. 1992. Pengantar Pengkajian Sastra. Bandung: Pustaka Wina.
Fakih, Mansour. 2005. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihastuti, Suharto. 2005. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna , Nyoman Kutha. 2009. Teori,Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar